Sektor pertanian di Indonesia sangat penting mengingat peranannya dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (2013) setiap tahun penduduk Indonesia bertambah sebesar empat juta jiwa. Pertumbuhan penduduk tersebut, apabila tidak disertai dengan kenaikan produksi pangan, maka akan berpeluang menghadapi persoalan pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya di masa datang (Arifin 2004 dalam Purwaningsih 2008). Kebutuhan pangan Indonesia selama lima tahun terakhir yang cenderung meningkat dengan peningkatan produksi yang tidak seimbang sehingga mendorong peningkatan impor. Lemahnya permodalan dan teknologi pada sektor pertanian khususnya pada sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu kendala bagi peningkatan produksi pangan Indonesia. Hal ini dikarenakan keterbatasan pemerintah dalam menyediakan anggaran yang berakibat banyak bidang pelayanan tidak dapat ditangani pemerintah secara maksimal sehingga sektor swasta/privat ikut dilibatkan untuk memenuhi kebutuhan yang belum ditangani tanpa mengambil alih tanggung jawab pemerintah, salah satunya adalah Program Food Estate.
Bukan rahasia lagi bahwa luas sawah semakin menciut. Banyak lahan sawah produktif yang berubah fungsi. Menteri Pertanian 2014-2019 Amran Sulaiman mencoba mengungkit luasan sawah dengan program Serasi (Selamatkan Rawa, Sejahterakan Petani) di lahan gambut di Kalimantan dan Sumatra, namun belum memberikan dampak yang cukup siginifikan. Upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah yang kini rata-rata sekitar 5,2 ton gabah per ha juga tak mudah dijalankan.
Presiden Joko Widodo terus mengingatkan jajarannya untuk memperkuat sisi produksi pangan untuk menjaga agar masyarakat memiliki akses yang lebih mudah unuk menjangkau kebutuhan akan bahan pokok itu. Bila akses terbuka, ketahanan pangan menguat. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) juga mengingatkan supaya semua negara menjaga tata kelola produksi pangannya, terutama di tengah pandemi Covid-19 ini. Ketergantungan pada bahan impor akan membuat ketahanan pangan merosot.pemerintah menyadari mulai susutnya areal pangan termasuk sawah untuk padi. Ketahanan pangan kini sudah jadi bagian ketahanan nasional. Oleh sebab itu, pemerintah pun berusaha untuk mewujudkan food estate, sebuah kawasan pangan.
Food estate itu terletak di Kalimantan Tengah, tepatnya Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas. Program jangka panjang itu berupa langkah penyediaan lahan baru, rehabilitasi lahan yang ada dengan meningkatkan sarana untuk mendukung produktivitas lahan, terutama dari sisi pengairan dan drainase di lahan berawa.Kawasan pangan ini luasnya 600.000 hektar (6.000 km2), sembilan kali lipat luas DKI Jakarta. Lokasi ini dipilih karena dianggap lebih sesuai dibanding tiga calon lainnya, yakni di Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, dan Merauke, Papua. Salah satu pertimbangannya, sumber daya airnya cukup, lokasinya di tengah wilayah Indonesia, dan dekat dengan calon ibu kota baru di Penajam Utara, Kalimantan Timur.
Area food estate ini adalah sisa dari lahan’’program Sawah Sejuta Hektar’’yang telah dirintis di Presiden Soeharto 30 tahun silam. Program ini tidak berlanjut karena kesulitan membangun sistem tata airnya. Dalam perjalanannya, 400.000 ha di antaranya berubah fungsi, umumnya menjadi kebun sawit. 600.000 ha tetap saja lahan yang luas. Pemerintah sempat mencanangkan rencana yang cukup ambisius. Yakni, pada tahun 2020 hingga 2021 ini 30.000 ha areal yang pertama akan digarap, lalu 110.000 lainnya pada tahun anggaran 2022-2023 yang akan dibuat lebih produktif. Selebihnya, diharapkan dikerjakan oleh pemerintahan berikutnya.Lahan itu sendiri kini sebagian berupa belukar padat karena telantar sekitar 25 tahun. Namun, ada 85.500 ha yang telah menjadi lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahun. Dari lahan fungsional itu sebanyak 28.300 ha kondisi irigasinya baik dan 57.200 ha lainnya perlu rehabilitasi jaringan irigasi.Yang sudah menyemak liar itu 80.000 ha luasnya. Untuk menjadikannya food estate, lahan harus dibersihkan, dirancang ulang jaringan irigasinya dengan sistem tata kelola air yang lebih sesuai. Lahan gambut perlu drainase yang baik untuk mencuci keasamannya, namun pada saat yang sama juga harus dijaga tetap basah agar tak hancur strukturnya. Namun, tak seluruhnya lahan gambut. Seperempat dari areal food etate itu berupa tanah mineral, yakni tanah aluvial yang terbentuk akibat endapan dan sedimentasi lumpur dari hulu. Lahan mineral yang subur ini terhampar di sisi-sisi sungai. Melalui APBN, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp1,9 triliun sampai dua tahun ke depan. Pada tahap pertama 2020, lahan yang akan direhabilitasi seluas 1.210 ha dengan dana Rp73 miliar. Berikutnya, tahap kedua 2021 seluas 3,330 ha senilai Rp484,3 miliar, dan tahap ketiga perbaikan irigasi seluas 22,65 ha dengan anggaran Rp497,2 miliar. Untuk 110.000 ha lain yang akan dikerjakan 2022-2023 belum disebut anggarannya.
Program food estate ini memang program yang sangat difokuskan pemerintah sebab akibat dari pandemi ini banyak negara yang menyimpan stok cadangan pangan nya sehingga tidak untuk di eskpor, ini juga peluang bagi Indonesia agar bisa mandiri dalam hal pangan bahkan bisa kita yang mengekspor pangan.
Program food estate ini menjadi peluang untuk Kalimantan Tengah khususnya daerah yang dijadikan food eatate seperti kapuas dan pulang pisau untuk berkembang masyrakatnya dari segi pereekonomian dan kemajuan daerahnya yang mana program ini adalah program yang terintregasi untuk kedepannya tidak hanya tanaman padi saja namun juga jenis perkebunan lainnya maupun perikanan akan dikembangkan pada masyarakat sekitar, dan juga ada beberapa infrastruktur yang di rasakan masyarakat daerah khususnya seperti jalan- jalan, jembatan- jembatan di area pertanian yang banyak diperbaiki serta akan dibangunnya bandara dan pelabuhan yang tujuannya nanti unuk mengekspor hasil tani ke luar daerah,bahkan jika mampu luar negeri.
Dari food estate ini menjadikan peluang untuk masyarakat menegembangkan lahannya menjadi lahan fungsi yang produktif, bahkan masyarakat dikawasan sekitar yang ingin bertani akan diberi pendampingan oleh pemerintah melalui dinas pertanian sampai masa panen dan juga dinas pertanian membentuk kelompok tani menggunakan gruop whattsapp jika ada permasalahan dari tanaman padi mereka bisa menanyakan langsung grup tersebut sehingga kontrol tetap terjaga, disini juga pemerintah memberikan gratis fasilitas alat pertanian yang mana alat tersebut alat canggih yang bisa di operasikan untuk masa penanaman hingga panen, dan untuk kedepannya juga akan didirikan pabrik didaerah tersebut untuk bahan olahan hasil tani contohnya pabrik tepung tapioka yang bahan dasarnya dari singkong serta pendampingan kepada masyarakat dalam pengolahan pupuk dari jerami padi.
Dalam hal ini yang menjadi perhatian adalah yang pertama apakah peogram jangka panjang ini akan berjalan dengan baik tidak akan mangkrak, ataupun terbengkalai yang akan merugikan masyrakat bahkan alam yang ada, kemudian yang kedua apakah sistem pengupasan lahan yang dipakai secara benar atau ada pihak pihak yang membuka lahan dengan membakarnya, kemudian yang ketiga apakah para petani disana sudah siap dengan pengelolaan lahannya dan cara bertani dan menggunakan alat-alat mesin yang canggih apakah harus membawa masyrakat transmigran dari luar kalteng, kemudian yang keempat bagaimana kendala yang terjadi pada mesin yang digunakan oleh petani jika sewaktu waktu rusak apakah ada yang mengerti untuk memperbaikinya yang mana jka tidak bisa akan mengakibatkan terbengkalainya alat, dan yang ke lima apakah lahan yang dipersiapkan cocok untuk ditanam padi yang mana banyak rawa,tanah gambut bahkan kadar asam air serta cuaca sendiri yang perlu di teliti.
Jadi program ini sebenarnya sangat bagus untuk Kalimantan Tengah karna akan membangun daerah setempat dalam segi ekonomi, infrastruktur, maupun kesejahteraan masyarakat, namun program ini harus direncanakan matang-matang agar tidak merusak lingkungan, merugikan masyarakat daerah bahkan agar tidak terjadi keterbengkalainya proyek atau program ini mangkrak karna ini program jangka panjang yang kedepannya tidak ada yang dirugikan, disinilah kita harus kawal program ini agar tidak ada satupun yang dirugikan baik dari segi lingkungan maupun masyarakat sekitar, maupun aspek-aspek pendukung lainnya.
Ditulis oleh Debi Prayetno | debiprayetno17@gmail.com | Ilmu Administasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya