Food Estate adalah dua kata yang belakangan ini terus mencuat ditengah masyarakat. Menuai pro serta kontra dibalik pengadaan proyeknya. Progam Food Estate yang akan dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Tengah ini adalah sebuah proyek pengadaan lumbung pangan yang menafaatkan ex-Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektar yang gagal diera Soeharto. Yang dimana progam yang lahir dari Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1995 ini dikembangkan untuk mewujudkan swasembada beras nasional. Progam ini sendiri gagal dikarenakan tidak melalui studi dampak lingkungan, sosial dan kapasitas teknologi yang memadai. Akhirnya, lahan ex-PLG yang gagal ini menyisahkan bencana ekologis yang teramat besar bagi masyarakat Kalimantan Tengah, dikarenakan pembangunan saluran kanal primer induk sepanjang 187 KM yang dilakukan selama 2 tahun, yang menghubungkan 3 sungai utama : Kahayan, Kapuas dan Barito ditambah dengan 1.129 KM saluran primer utama, 964 KM saluran sekunder, 900 KM kanal saluran tersier dan 1.515 KM kanal kecil di area lahan gambut 1,4 Juta HA yang dimaksudkan difungsikan sebagai irigrasi di pertanian untuk lahan sawah raksasa, malah menjadi faktor utama pengerusakan ekosistem gambut dimana air yang terkandung dalam kubah gambut mengalir menuju kanal-kanal tersebut yang akhirnya menyebabkan gambut menjadi kering. Pengeringan gambut melalui pembentukan kanal-kanal tersebut menyebabkan gambut mengalami oksidasi, dekomposisi, kompaksi, penurunan muka tanah serta hidrofobikasi, yang artinya akan menyebabkan tingginya fluktuasi muka air tanah sehingga akan sering terjadi banjir pada musim hujan dan kering saat kemarau yang pada akhirnya menyebabkan kebakaran. Pengeringan dan kebakaran gambut juga melepas karbon dalam jumlah besar beserta dengan partikel halus dan bahan kimia beracun yang dihirup masyarakat. Pada tahun 2015 saja, 200.000 HA lahan gambut telah terbakar di Indonesia dan mengeluarkan sekitar 1 Juta ton karbon ke udara yang berkontribusi terhadap pemanasan global planet kita (Setyawati dan Suwarsono, 2018).
Karena ex-PLG ini tidak produktif sekaligus rusak membuat pemerintah berinisiatif untuk memanfaatkanya. Pertimbangan pemerintah lainya adalah ketahanan pangan. Karena ketahanan pangan di Indonesia serta negara-negara berkembang lainya sendiri akan diprediksi mengalami krisis pada tahun 2030 menurut Food and Argiculture Organization(FAO).
Progam ini sendiri pun dipimpin Menteri Prabowo Subianto dari Kementerian Pertahanan yang seharusnya bukan ranahnya untuk menjalankan Progam Food Estate, yang dimana seharusnya masuk ranah Kementerian Pertanian. Namun bagaimanapun juga Jokowi telah menetapkanya dan kita semua pun tak tau kesepakatan politis apa dibalik penunjukan Prabowo Subianto. Penunjukan Prabowo Subianto sendiri pun nampak begitu meyakinkan dikarenakan staffnya melalui beberapa wawancara di TV mengatakan bahwasanya Kementerian Pertahanan mampu memegang proyek ini dengan landasan UU No. 3 Tahun 2002 Soal Pertahanan Negara, yang dimana ancaman negara bukan hanya secara militer namun nirmiliter, oleh karena itu Kementerian Pertahanan wajib menjalankan operasi nirmiliter/non militer. Jenis Ketahanan Negara sendiripun ada beberapa sebagai berikut : Ketahanan Senjata Alustisa Militer, Ketahanan Suplai Pangan, Kemandirian Farmasi Obat-obatan serta Ketahanan Energi dan bahan bakar. Disinilah Kementerian Pertahanan memiliki landasan untuk memimpin serta melakukan kerja sama dari setiap institusi untuk mengurusi food estate sebagai bagian dari operasi nirmiliter dalam bidang ketahanan pangan. Selain landasan tersebut yang membuat Prabowo Subianto terpilih adalah karena beliau juga memiliki pengalaman sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia pada periode 2004-2009.
Proyek Food Estate ini pada tahap awal akan mengarap lahan ex-PLG 165 Ribu Hektar dan 800 Ribu Hektar yang diluar PLG dengan rincian yang akan ditanam
· Padi (Spesifik di lahan ex-PLG)
· Singkong (800 HA di 6 titik dengan target hasil 25 juta ton per tahun)
· Jagung
Proyek Food Estate sendiri akan melibatkan beberapa lintas instansi antara lain :
- Kementerian Pertahanan
SebagaiLeading Sector
- Kementerian Pertanian
· Riset Tanah
· Obat-obatan/pupuk
· Pengadaan Bibit
· Teknis Pertanian
· Pengadaan mesin pengilingan padi, pengeringan hingga mesin pengemasan.
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
· Menyiapkan infrastruktur misal : irigrasi
- Kementerian Lingkungan Hindup
· Riset lingkungan
- Kementerian Agraria Tata Ruang
· Mengurus status tanah
- BUMN
· Mengurus pasca panen dan pendanaan proyek
Fokus pemerintah tahun ini lahan 30.000 HA garapan Proyek Food Estate telah berfungsi, meningkat dalam 2 tahun kedepan. Dengan target garapan Proyek Food Estate adalah 20.704 HA di Desa Bentuk Jaya, Kab. Kapuas yang dimana lahan 5.840 HA telah fungsional serta Pulang Pisau 10.000 HA. Dan secara garis besar Kalimantan Tengah ditargetkan dalam 2 tahun telah selesai menyelesaikan Food Estate seluas 165.000 HA yang dimana saat ini telah fungsional seluas 85.500 HA. Proyek ini sendiri banyak dikerjakan oleh TNI.
Tantangan dibalik pengarapan Food Estate ini sendiri datang dari sisi ekologis dan politis yang tidak kecil. Dari dampak ekologis dikhawatirkan akan kembali memperparah kerusakan ekosistem gambut yang telah rusak sejak lama. Secara politis dikhawatirkan akan menimbulkan konflik sosial yang teramat masif seperti halnya kerusuhan pada tahun 2001 di Sampit, Kotawaringin Timur. Dikhawatirkan rasa ketidakadilan dari Masyarakat Dayak secara kolektif karena tidak diikutsertakan terhadap Proyek Food Estate tersebut dimana Pemerintah mendahulukan para transmigran yang untuk dipekerjakan dimana isunya akan datang ribuan pada saat masih banyak pengaguran masyarakat di Kalimantan Tengah dimana berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2019 menyatakan terdapat 56.790 jiwa penganguran terbuka di Kalimantan Tengah. Jika dari pemerintah sendiri tetap nekat untuk melaksanakan transmigrasi untuk mengarap lahan Food Estate yang akan mendapatkan berbagai fasilitas penunjang nantinya dapat memicu pergerakan dan perlawanan masyarakat Dayak secara kolektif yang terkenal dengan ilmu magis dan keahlian perangnya.
Namun, dibalik segala petaka yang tersimpan dibalik Proyek Food Estate ini, terdapat beragam peluang strategis. Pertama, Kalimantan Tengah dapat menjadi penyuplai kebutuhan pangan keseluruh wilayah yang ada di Kalimantan jika proyek ini berhasil. Kedua, masyarakat Kalimantan Tengah akan mendapatkan harga yang lebih murah karena pangan berlimpah. Ketiga, meningkatkan pemasukan kas daerah. Keempat, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah melalui lapangan pekerjaan serta keuntungan hasil pertanian yang didapat masyarakat namun dengan syarat masyarakat Kalimantan Tengah terkhususnya masyarakat Dayak dilibatkan. Kelima, dapat membangun pusat penelitian dan pengembangan pangan dan pupuk yang berkualitas dan berkearifan lokal. Serta keenam atau terakhir, bisa membentuk ekowisata terpadu yang dapat mendatangkan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Proyek Food Estate ini sendiri dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai berikut. Pertama, masyarakat Kalimantan Tengah terkhususnya Dayak dilibatkan, dengan cara memetakan masyarakat yang berminat sesuai domisili serta pemerintah melakukan pendataan secara tersistematis dari setiap desa, kota dan kabupaten siapa saja yang masih mengaggur berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau survei tersendiri, kemudian masyarakat dibuat pelatihan dan bimbingan intens dalam pengelolaan pertanian, pengemasan sampai penjualan dari ahli. Kedua, pemerintah dapat mengatur regulasi dalam pengelolaan lahan yang harus berbasis ramah lingkungan setelah melalui penelitian mendalam serta penguasaan lapangan terkait ekosistem gambut sekitar Progam Food Estate dijalankan. Jika kedua hal tersebut tidak dipenuhi, maka Kalimantan Tengah akan menungu waktunya saja terjadi konflik sosial yang bisa saja pecah akibat rasa ketidakadilan yang dialami orang-orang Dayak dalam keterlibatan terhadap proyek ini ditambah bencana ekologis kerusakan ekosistem gambut yang teramat besar menghantui dimasa yang akan datang.
Ditulis oleh Ditto Nathaniel | @dittonathaniel | Mahasiswa FH Universitas Brawijaya/ Aktivis Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Betang Sakula Budaya